Cerita Mesum Birahi Tante Ina Terpuaskan Untukku - Sex enak enak

Sabtu, 30 April 2022

Cerita Mesum Birahi Tante Ina Terpuaskan Untukku

 


Sexenak21 - Ayah sedang memohon kepada ibu agar dia mengijinkan untuk bekerja di sebuah bengkel, dan ibu langsung membelikan bengkel dan bisnis untuk ayah. Ibuku adalah seorang Business-minded person ‘. Rasa sayng ku kepada ibu makin tinggi, karena pada akhirnya cita-cita ayah untuk memiliki bengkel sendiri terkabulkan. Kini bengkel ayah semakin besar setelah ibu ikut berpartisipasi besar di sana.

Banyak renovasi yang mereka lakukan yang membuat bengkel ayah tampak lebih menarik. Sejak menikah, ibu tinggal di rumah kecil kami beberapa bulan sambil menunggu bangunan rumah baru mereka selesai. Lagi-lagi, rumah baru mereka tidak jauh dari bengkel ayah. Ayah menolak tinggal di rumah tante Tina karena alasan alasan pribadi. Setelah banyak proses yang dilakukan antara ayah dan ibu, akhirnya bengkel tempat ayah bekerja, kini menjadi milik ayah dan ibu sepenuhnya

Pelanggan ayah semakin bertambah, dan kali ini banyak dari kalangan orang-orang kaya. Ayah tidak memecat pegawai-pegawai lama di sana, malah memberi gaji mereka dan memperlakukan mereka saat dia ditangani oleh pemilik bengkel yang lama.SahabatQQ

Kehidupan dan gaya hidupku & ayah benar-benar berubah 180 derajat. Kini ayah sering melancong ke luar negeri bersama ibu, dan aku sering ditinggal di rumah sendiri dengan pembantu. Alasan aku ditinggal mereka karena aku masih harus sekolah.

Ibu sering mengundang teman-teman bermain di rumah. Salah satu pesan bernama tante Ina. Tante Ina saat itu hanya 15 tahun lebih tua dariku. Semestinya dia pantas aku panggil kakak tante, karena wajahnya yang terlihat seperti orang tua 20 tahunan. Tanti Ina adalah pelanggan tetap salon kecantikan ibu, dan kemudian menjadi teman baik ibu.

Wajah tante Ina tergolong cantik dengan kulitnya yang putih bersih. Dadanya tidak begitu besar, tapi pinggulnya indah bukan main. Maklum anak orang kaya yang suka tandang ke salon kecantikan. Tante Ina sering main ke rumah dan kadang kala ngobrol atau gosip dengan ibu berjam-jam. Tidak jarang tante Keluar bersama kami sekeluarga untuk nonton bioskop, window shopping atau ngafe di mall.

Aku pernah sempat bertanya tentang kehidupan pribadi tante Ina. Ibu bercerita bahwa tante Ina itu sukses janda cerai atau janda apalah. Tapi tante Ina sempat ingin menikah, tapi ternyata pihak dari laki-laki memutuskan untuk mengakhiri pernikahan itu. Alasan-nya tidak mendengarkan oleh ibu, karena mungkin aku masih terlalu muda untuk mengerti hal-hal seperti ini.

Pada suatu hari ayah dan ibu lagi-lagi cabut dari rumah. Tapi kali ini mereka tidak ke luar negeri, tapi hanya melancong ke kota Bandung saja selama akhir pekan. Lagi-lagi hanya aku dan pembantu yang tinggal di rumah. Saat itu aku ingin sekali kabur dari rumah, dan menginap di rumah teman. Tiba-tiba bel rumah berbunyi dan waktu itu masih jam 5:30 sore di hari Sabtu. Ayah dan ibu baru 1/2 jam yang lalu berangkat ke Bandung. Aku pikir mereka kembali ke rumah mengambil barang yang ketinggalan.

Sewaktu pintu rumah dibuka oleh pembantu, suara tante Ina menyapanya. Aku hanya duduk bermalas-malasan di sofa, ruang tamu sambil menonton acara TV. Tiba-tiba aku disapanya.

Bernas kok ngga ikut papa mama ke Bandung? tanya tante Ina.

“Kalo ke Bandung sih Bernas malas, tante. Kalo ke Singapura Bernas mau ikut. ” jawabku santai.

“Yah kapan-kapan aja ikut tante ke Singapura. Tante ada apartemen di sana ”tungkas tante Ina.

Aku pun hanya menjawab apa adanya “Ok deh. Ntar kita pigi rame-rame aja. Tante ada perlu apa dengan mama? Nyusul aja ke Bandung kalo penting. ”.

“Kagak ada sih. Tante cuman pengen ajak mamamu makan aja. Yah sekarang tante bakalan makan sendirian nih. Bernas mau ngga temenin tante? ”.

“Emang tante mau makan di mana?”

“Tante sih mikir Pizza Hut.”

“Males ah ogut kalo Pizza Hut.”

“Trus Bernas maunya pengen makan apa?”

“Makan di Muara Karang aja tante. Di sono kan banyak pilihan, ntar kita pilih aja yang kita mau. ”

“Oke deh. Mau cabut jam berapa? ”

“Entaran aja tante. Bernas masih belon laper. Jam 7 aja berangkat. Tante duduk aja dulu. ”

Kami berdua nonton bersebelahan di sofa yang empuk. Sore itu tante Dalam pakaian yang lumayan seksi. Dia memakai rok ketat sampai 10 cm di atas lutut, dan atasannya memakai baju berwarna oranye muda tanpa lengan dengan bagian dada atas terbuka (kira-kira antara 12 sampai 15 cm kebawah dari pangkal lehernya).

Kaki tante Ina putih mulus, tanpa ada bulu kaki 1 helai pun. Mungkin karena dia rajin bersalon ria di salon ibu, paling tidak seminggu 2 kali. Bagian dada atasnya juga putih mulus. Kami nonton TV dengan acara / saluran seadanya saja sambil menunggu sampai jam 7 malam. Kami juga kadang-kadang ngobrol, kebanyakan tante Ina suka bertanya tentang kehidupan sekolahku sampai menanyakan tentang kehidupan cintaku di sekolah. Aku mengatakan kepada tante Ina bahwa aku saat itu masih belum mau mengikuti masalah percintaan jaman SMA. Kalo naksir sih ada, cuma aku tidak sampai mengganggap terlalu serius.

Semakin lama kami berbincang-bincang, tubuh tante semakin mendekat ke arahku. Bau parfum Chanel yg dia pakai mulai tercium jelas di hidungku. Tapi aku tidak punya pikiran apa-apa saat itu.

Tiba-tiba tante Ina berkata, “Bernas, kamu suka dikitik-kitik-kitik ngga kupingnya?”.

“Hah? Mana enak? ” tanyaku.

Mau tante kitik kuping Bernas? tante Ina menawarkan /

“Hmmm… boleh aja. Mau pake cuttonbud? ” tanyaku sekali lagi.

Ga usah, pake bulu kemucing itu aja ”tundas tante Ina.

“Idih jorok nih tante. Itu kan kotor. Abis buat bersih-bersih ama mbak. ” jawabku spontan.

“Alahh sok bersihan kamu Bernas. Kan cuman ambil 1 helai bulunya aja. Lagian kamu masih belum mandi kan? Jorok mana hayo! ” tangkas tante Ina.

“Percaya tante deh, kamu pasti demen. Sini baring sebuah kepala tante. lanjutnya.

Seperti sapi dicucuk hidungnya, aku menurut saja dengan tingkah polah tante Ina. Ternyata memang benar adanya, telinga ‘dikitik-kitik’ dengan bulu kemucing benar-benar enak tiada tara. Baru kali itu aku merasakan enaknya, serasa nyaman dan pengen tidur aja jadinya. Dan memang benar, aku jadi tertidur sampe sampai jam sudah menunjukkan pukul 7 lewat. Suara lembut membisikkan telingaku.

“Bernas, bangun yuk. Tante dah laper nih. ” kata tante.

“Erghhhmmm… jam berapa sekarang tante.” tanyaku dengan mata yang masih setengah terbuka.

“Udah jam 7 lewat Bernas. Ayo bangun, tante dah laper. Kamu dari tadi asyik tidur tinggalin tante. Kalo dah enak jadi lupa orang kamu yah. ” kata tante sambil mengelus lembut rambutku.

“Masih ngantuk nih tante… makan di rumah aja yah? Suruh mbak masak atau beli mie ayam di dekat sini. ”

“Ahhh ogah, tante pengen jalan-jalan juga kok. Bosen dari tadi bengong di sini. ”

“Oke oke, kasih Bernas lima menit lagi deh tante.” mintaku.

“Kagak boleh. Tante dah laper banget, mau pingsan dah. ”

Sambil malas-malasan aku bangun dari sofa. Kulihat tante Ina sedang membenarkan cara roknya kembali. Alamak gaya tidurku kok jelek sekali sih sampe-sampe rok tante Ina tersingkap tinggi banget. Berarti dari tadi aku tertidur di atas paha mulus tante Ina, begitulah aku berpikir. Ada rasa senang juga di dalam hati.

Setelah mencuci muka, ganti pakaian, kita berdua berpamitan kepada pembantu rumah kalau kita akan makan keluar. Aku berpesan kepada pembantu agar jangan menunggu aku pulang, karena aku yakin kita pasti bakal lama. Jadi aku membawa kunci rumah, untuk berjaga-jaga rumah yang sudah tertidur.

“Nih kamu yang setir mobil tante dong.”

“Ogah ah, Bernas cuman mau setir Baby Benz tante. Kalo yang ini laki-laki ah. ” candaku. Waktu itu membawa sedan Honda, bukan Mercedes-nya.

“Belagu banget kamu. Kalo ngga mau setir ini, bawa itu Benz-nya mama. ” balas tante Ina.

“Tidak mungkin… bisa digantung ogut ama papa mama.” jawabku.

“Iya udah kalo gitu setir ini dong.” jawab tante Ina sambil tertawa kemenangan.

Mobil melaju menyusuri jalan-jalan kota Jakarta. Tante Ina seperti bebek saja, ngga pernah berhenti ngomong dan bergosipin teman-teman. Aku jenuh banget yang mendengar. Dari cerita yang pacar teman-teman lah, sampe ke mantan tunangannya. Sesampai di daerah Muara Karang, aku memutuskan untuk makan bakmi bebeknya yang tersohor di sana. Untung tante Ina tidak protes dengan pilihan saya, mungkin karena sudah terlalu lapar dia.

Setelah makan, kita mampir ke tempat main bowling. Tante main bowling Abis Ina mengajakku mampir ke rumah. Tante Ina tinggal sendiri di apartemen di kawasan Taman Anggrek. Dia untuk memutuskan tinggal sendiri karena alasan pribadi juga. Ayah dan ibu tante Ina sendiri tinggal di Bogor. Saat itu aku tidak tahu apa pekerjaan sehari-hari tante Ina, yang tante Ina tidak pernah merasa kekurangan materi.

Apartemen tante Ina lumayan bagus dengan tata interior yang klasik. Di sana tidak ada siapa-siapa yang tinggal di sana selain tante Ina. Jadi aku bisa maklum bersama tante Ina sering keluar rumah. Pasti jenuh tinggal sendiri di apartemen.

“Anggap rumah sendiri Bernas. Jangan malu-malu. Kalau mau minum ambil aja sendiri yah. ”

“Kalo begitu, Bernas mau yang ini.” sambil menunjuk botol Hennessy VSOP yang masih disegel.

“Kagak boleh, masih dibawah umur kamu.” cegah tante Ina.

“Tapi Bernas dah umur 17 tahun. Seharusnya ngga masalah ”jawabku dengan maksud mengukur diri.

“Kalo kamu berangkat yah udah. Tapi jangan buka yang baru, tante punya yang sudah dibuka botolnya. ”.

Tiba-tiba suara tante menghilang dibalik master bedroomnya. Aku menganalisa ruangan sekitarnya. Banyak lukisan-lukisan dari dalam dan luar negeri terpampang di dinding. Lukisan dalam negerinya banyak yang bergambarkan wajah-wajah cantik gadis-gadis Bali. Lukisan yang berbobot tinggi, dan aku yakin pasti bukan barang yang murahan.

“Itu tante beli dari seniman lokal waktu tante ke Bali tahun lalu” kata tante Ina memecahkan suasana sebelumnya.

“Bagus tante. Rasa banget tinggi. Pasti mahal yah ?! ” jawabku kagum.

“Ngga juga sih. Tapi tante tidak pernah menawar harga dengan seniman itu, karena seni itu mahal. Kalo tante tidak cocok dengan harga yang dia tawarkan, tante pergi saja. ”

Aku masih menyibukkan diri melintasi lukisan-lukisan yang ada, dan tante Ina tidak menjelaskan arti dari lukisan-lukisan tersebut. Tante Ina ternyata memiliki kecintaan tinggi terhadap seni lukis.

“Ok deh. Kalo begitu Bernas mau pamit pulang dulu tante. Dah hampir jam 11 malam. Tante istirahat aja dulu yah. ” kataku.

“Ehmmm… tinggal dulu aja di sini. Tante juga masih belum ngantuk. Temenin tante bentar yah. ” mintanya sedikit memohon.

Aku juga merasa kasihan dengan keadaan tante Ina yang tinggal sendiri di apartemen itu. Jadi aku memutuskan untuk tinggal 1 atau 2 jam lagi, sampai nanti tante Ina sudah ingin tidur.

“Kita main UNO yuk ?!” ajak tante Ina.

“Apa itu UNO ?!” penasaran.

“Walah kamu ngga pernah main UNO yah?” tanya tante Ina. Aku hanya menggeleng-gelengkan kepala.

“Wah kamu kampung anak banget sih.” canda tante Ina. Aku hanya tampak tampak cemburut canda.

Tante Ina masuk ke kamarnya lagi untuk membawa kartu UNO, dan kemudian masuk ke dapur untuk menyiapkan hidangan bersama minuman. Tante Ina membawa kacang mente asin, segelas wine merah, dan 1 gelas Hennessy VSOP on rock (pake es batu). Setelah mengajari aku cara bermain UNO, kamipun mulai bermain-main santai sambil makan kacang mente. Hennesy yang aku teguk benar-benar keras, dan baru 2 atau 3 teguk badanku terasa panas sekali. Aku biasanya hanya dikasih 1 sisip saja oleh ayah, tapi ini skrg aku minum sendirian.

Kepalaku terasa berat, dan mukaku panas. Melihat kejadian ini, Ina menjadi tertawa, dan menyatakan bahwa aku bukan bakat peminum. Terang aja, ini baru pertama kalinya aku minum 1 gelas Hennessy sendirian.

“Tante, anterin Bernas pulang yah. Kepala ogut rada berat. ”

“Kalo gitu stop minum dulu, biar ngga tambah pusing.” jawab tante Ina.

Aku merasa berusaha untuk mencegahku pulang ke rumah. Tapi lagi-lagi, aku seperti sapi dicucuk hidung-nya, apa yang tante minta, aku selalu menyetujuinya. Melihat tingkahku yang suka menurut, tante Ina mulai terlihat lebih berIna lagi. Dia ajakanku main kartu biasa saja, karena bermain UNO kurang seru kalau hanya berdua. Paling tepat untuk bermain UNO itu berempat.

Tapi permainan kartu ini menjadi lebih seru lagi. Tante mengajak bermain blackjack, siapa yang kalah harus menuruti permintaan pemenang. Tapi kemudian tante Ina ralat menjadi game ‘Truth & Dare’. Permainan kami menjadi seru dan terus terang aja tante Ina sangat menikmati permainan ‘Truth & Dare’, dan dia sportif dia kalah.

Pertama-tama bila aku menang dia selalu meminta larangan ‘Truth’ punishment, lama-lama aku menjadi semakin berIna menanyakan yang bukan-bukan. Malah dengan tante Ina, dia lebih suka aku untuk memilih ‘Dare’ agar dia bisa lebih leluasa mengerjaiku. Dari yang disuruh pushup 1 tangan, menari balerina, sedang es batu seukuran bakso, dan lain-lain. Mungkin juga tidak ada pointnya buat tante Ina menanyakan the ‘Truth’ tentang diriku, karena kehidupanku terlihat lurus-lurus saja menurutnya.

Ini adalah juga kesempatan untuk mencari tahu ‘Truth’ tentang kehidupan nyata. Aku juga heran kenapa aku menjadi tertarik untuk mencari tahu kehidupannya yang sangat pribadi. Mula-mula aku bertanya tentang mantan tunangannya, kenapa sampai batal pernikahannya. Sampai pertanyaan yang menjurus ke seks seperti misalnya kapan pertama kali dia Kehilangan keperawanan. Semuanya tanpa ragu-ragu tante Ina jawab semua pertanyaan-pertanyaan pribadi yang aku lontarkan.

Kini permainan kami semakin liar dan berIna. Tante Ina kaisar untuk mengkombinasikan ‘Truth & Dare’ dengan ‘Strip Poker’. Aku pun bergairah dan Injil saja tante Ina.

“Yee, tante menang lagi. Ayo lepas satu yang menempel di badan kamu. ” kata tante Ina dengan senyum kemenangan.

“Jangan gembira dulu tante, giliran tante yang kalah. Jangan nangis loh yah kalo kalah. ” jawabku sambil melepas kaus kakiku.

Selang beberapa lama… “Nahhh, kalah lagi… kalah lagi… lepas lagi… lepas lagi.”. Tante Ina kelihatan gembira sekali. Kemudian aku melepas kalung emas mempersembahkan ibu yang aku kenakan.

“Ha ha ha… dua pasang, punya tante satu pasang. Ya ya… tante kalah sekarang. Ayo lepas lepas… ”candaku sambil tertawa gembira.

“Jangan gembira dulu. Tante lepas anting tante. ” jawab tante sambil melepas anting-anting yang dikenakannya.

Aku makin bernapsu untuk bermain. Mungkin bernapsu untuk melihat tante Ina bugil juga. Aku pengen sekali menang terus.

“Full house… yeahhh… kalah lagi tante. Ayo lepas… ayo lepas… ”. Aku kini menari-nari gembira.

Terlihat tante Ina melepas jepit rambut merahnya, dan aku segera protes “Loh, curang kok lepas yang itu?”.

“Loh, kan peraturannya lepas semuanya yang menempel di tubuh. Jepit tante kan nempel di rambut dan rambut tante melekat di kepala. Jadi masih menempel dong. ” jawabnya.

Aku rada gondok mendengar pembelaan tante Ina. Tapi itu menjadikan darahku bergejolak lebih deras lagi.

“Lurus… Bernas… Satu Pasang… Ya tante menang. Ayo lepas! Jangan malu-malu! ” seru tante Ina girang. Aku pun segera melepas jaket aku yang kenakan. Untung aku selalu memakai jaket tipis biar keluar malam. Lihatlah pembalasanku, kataku dalam hati.

“Bernas Tiga macam… tante… sepasang… ahhh… lagi-lagi tante kalah” sindirku sambil tersenyum. Dan tanpa diberi aba-aba dan tanpa malu-malu, tante melepas baju atasannya. Aku serentak berlari ludah, karena baju atasan tante telah terlepas dan kini yang terlihat hanya BH putih tante. Belahan payudara-nya terlihat jelas, putih bersih. Bernas junior dengan serentak langsung menegang, dan mataku kedua terpaku di daerah belahan dadanya.

“Hei, lihat kartu dong. Jangan liat di sini. ” canda tante sambil menunjuk belahan dadanya. Aku kaget sambil tersenyum malu.

“Ya Full House, kali ini tante menang. Ayo buka… buka ”. Tampak tante Ina girang banget bisa dia menang. Kali ini aku lepas atasanku, dan kini aku terlanjang dada.

“Ck ck ck… pemain basket nih. Badan kekar dan hebat. Coba buktikan kalo hokinya juga hebat. ” sindir tante Ina sambil tersenyum.

Setelah menegak habis wine yang ada di gelasnya, tante Ina kemudian beranjak dari tempat duduknya menuju ke dapur dengan keadaan dada setengah terlanjang. Tak lama kemudian tante Ina membawa sebotol wine merah yang masih 3/4 penuh dan sebotol VSOP yang masih 1/2 penuh.

Mari kita bergembira malam ini. Minum sepuas-puasnya. ” ucap tante Ina.

Kami saling ber-tos ria dan kemudian melanjutkan kembali permainan strip poker kami.

“Yesss…” seruku dengan girangnya pertanda aku menang lagi.

Tanpa disuruh, tante Ina melepas rok mininya dan aduhaiii, kali ini tante Ina hanya terliat terliat BH dan celana dalam saja. Malam itu dia mengenakan celana dalam yang kecil imut berwarna pink cerah. Tidak tampak ada bulu-bulu pubis disekitar selangkangannya. Aku

sempat berpikir apakah tante Ina mencukur semua bulu-bulu pubisnya.

Muka tante Sedikit memerah. Kulihat tante Ina sudah menegak abis gelas winenya yang kedua. Apakah dia merekomendasikan untuk mabuk malam ini? Aku kurang sedikit perduli dengan hal itu. Aku hanya bernafsu untuk memenangkan permainan strip poker ini, agar aku bisa melihat tubuh terlanjang tante Ina.

“Yes, yes, yes…” senyum kemenangan terlukis indah di wajahku.

Tante Ina kemudian memandangkan wajahku selang beberapa saat, dan berkata dengan nada genitnya “Sekarang Bernas tahan napas yah. Jangan sampai seperti kesetrum listrik loh ”. Kali ini tante Ina rilis BH-nya dan serentak jatungku ingin copot. Benar apa kata tante Ina, aku seperti terkena setrum listrik bertegangan tinggi.

Dadaku sesak, sulit bernapas, dan jantungku berdegup kencang. Inilah pertama kali aku melihat payudara wInata dewasa secara jelas di depan mata. Payudara tante Benar-benar indah dengan putingnya yang berwarna coklat menantang.

“Aih Bernas, ngapain liat susu tante terus. Tante masih belum kalah total. Mau lanjut ngga? ” tanya tante Ina. Aku hanya bisa menganggukkan kepala pertanda ‘iya’.

“Pertama kali liat susu cewek yah? Ketahuan nih. Dasar genit kamu. ” tambah tante Ina lagi. Aku sekali lagi hanya bisa mengangguk malu.

Aku menjadi tidak fokus bermain, mataku sering kali melirik kedua payudaranya dan selangkangannya. Aku penasaran ada apa dibalik celana dalam pinknya itu. Tempat di mana menurut teman-teman sekolah adalah surga dunia para lelaki. Aku ingin sekali melihat bentuknya dan kalo bisa memegang atau meraba-raba.

Akibat tidak konsentrasi main, kali ini aku yang kalah, dan tante Ina meminta aku melepas celana yang aku kenakan. Kini aku terlanjang dada dengan hanya mengenakan celana dalam saja. Ina Tante hanya tersenyum-senyum saja sambil menegak arak-nya lagi. Aku sengaja menolak tawaran tante untuk menegak VSOP-nya, dengan alasan takut pusing lagi.

Karena kami berdua hanya tinggal 1 helai saja di tubuh kami, permainan kali ini ada finalnya. Babak penentuan apakah Tante Ina akan melihat aku terlanjang bulat atau Agak. Aku berharap malam itu malaikat keberuntungan berpihak kepadaku.

Ternyata harapanku sirna, karena ternyata keberuntungan berpihak kepada Tante Ina. Aku kecewa sekali, dan kekecewaanku wajah wajah terbaca jelas oleh tante Ina. Sewaktu aku akan melepas celana dalamku dengan malu-malu, tiba-tiba tante mencegahnya.


Tunggu Bernas. Tante ngga mau celana dalam mu dulu. Tante mau Dare Bernas dulu. Ngga seru kalo game-nya cepat habis kayak begini ”kata tante Ina.


Setelah meneguk wine-nya lagi, tante Ina terdiam kemudian kemudian tersenyum genit. Senyum genitnya ini lebih menantang yang sebelum-sebelumnya.

“Tante dare Bernas untuk… hmmm… cium bibir tante sekarang.” tantang tante Ina.

“Ahh, yang bener tante?” tanyaku.

“Iya bener, kenapa ngga mau? Jijik ama tante? ” tanya tante Ina.

“Bukan karena itu. Tapi… Bernas belum pernah soalnya. ” jawabku malu-malu.

“Iya udah, kalo gitu cium tante dong. Sekalian pelajaran pertama buat Bernas. ” kata tante Ina.

Tanpa berpikir ulang, aku mulai mendekatkan wajahku ke wajah tante Ina. Tante Ina kemudian memejamkan matanya. Pertamanya aku hanya menempelkan bibirku ke bibir tante Ina. Tante Ina diam a little, tak lama kemudian bibirnya mulai melumat-lumat bibirku perlahan-lahan. Aku mulai merasakan bibirku mulai basah oleh air liur tante Ina. Bau anggur merah sempat tercium di hidungku.

Aku pun tidak mau kalah, aku berusaha mencari tahu dengan pencemaran bibir tante Ina. Maklum ini baru pertama, jadi aku hadir seperti anak kecil yang sedang melumat-lumat ice cream. Selang beberapa saat, aku kaget dengan tingkah baru tante Ina. Tante Ina dengan serentak menjulurkan lidahnya masuk ke dalam mulutku. Anehnya aku tidak merasa jijik sama sekali, malah senang dibuatnya. Aku menemukan lidahku dengan lidah tante Ina, dan kini lidah kami kemudian berperang di dalam mulutku dan terkadang pula di dalam mulut tante Ina.

Kami saling berciuman bibir dan lidah kurang lebih 5 menit. Nafasku sudah tak karuan, dah kupingku panas dibuatnya. Tante Ina seakan-akan menikmati betul ciuman ini. Nafas tante Ina pun masih teratur, tidak ada tanda sedikitpun kalau dia tersangsang.

“Sudah cukup dulu. Ayo kita sambung lagi pokernya ”ajak tante Ina.

Aku pun mulai mengocok kartunya, dan pikiranku masih terbayang saat kita berciuman. Aku ingin sekali mencium bibir lembutnya. Kali ini aku menang, dan terang saja aku meminta jatah sekali lagi berciuman dengannya. Tante Ina menurut saja dengan permintaanku ini, dan kami pun saling berciuman lagi. Tapi kali ini hanya sekitar 2 atau 3 menit saja.

“Udah ah, jangan ciuman terus dong. Ntar Bernas bosan ama tante. ” candanya.

“Masih belon bosan tante. Ternyata asyik juga yah ciuman. ” jawabku.

“Kalo ciuman terus kurang asyik, kalo mau sih…” seru tante Ina kemudian terputus. Kalimat tante Ina ini masih menggantung bagiku, seakan-akan dia ingin mengatakan sesuatu yang menurutku sangat penting. Aku terbayang-bayang untuk bermain ‘gila’ dengan tante dalam malam itu.

Aku lebih berIna dan menjadi sedikit tidak tahu diri. Aku punya perasaan kalo tante Ina sengaja untuk mengalah dalam bermain poker malam itu. Terang aja aku menang lagi kali ini. Aku sudah terburu-buru oleh napsuku sendiri, dan aku sangat memanfaatkan situasi yang sedang berlangsung.

“Bernas menang lagi tuh. Jangan minta ciuman lagi yah. Yang lain dong… ”sambut tante Ina sambil berdoa.

“Hmm… apa yah.” pikirku grup.

“Gini aja, Bernas pengen emut-emut susu tante Ina.” jawabku tidak tau malu.

Ternyata wajah tante Ina tidak tampak kaget atau marah, malah tersenyum kepadaku sambil berkata “Sudah tante tebak apa yang ada di dalam pikiran kamu, Bernas.”.

“Boleh kan tante ?!” penasaran. Tante Ina hanya mengangguk pertanda setuju.

Kemudian aku dekatkan wajahku ke payudara sebelah kanan tante Ina. Bau parfum harum yang menempel di tubuhnya tercium jelas di hidungku. Tanpa ragu-ragu aku mulai mengulum puting susu tante Ina dengan lembut. Telapak tanganku yang berpijak mantap di atas karpet ruang tamu tante Ina, memberikan fondasi kuat agar wajahku tetap bebas beroperasi payudara tante Ina.

Aku kulum bergantian puting kanan dan puting kiri-nya. Kuluman yang tante Ina mendapatkan dariku memberikan sensasi terhadap tubuh tante Ina. Dia tampak menikmati setiap hisapan-hisapan dan jilatan-jilatan di puting susu-nya. Nafas tante Ina slow-lahan semakin memburu, dan terdengar desahan dari mulutnya. Kini aku bisa memastikan bahwa tante Ina saat ini sedang terangsang atau istilah modern-nya ‘horny’.

“Bernasss… kamu nakal banget sih! … Haahhh… Tante kamu apain? ” bisik tante Ina dengan nada terputus-putus. Aku tidak bisa mengubris kata-kata tante Ina, tapi malah semakin berani memainkan kedua susunya. Tante Ina tidak memberikan perlawanan sedikitpun, malah seolah-olah memberikan lampu hijau kepadaku untuk melakukan hal-hal yang tidak senonoh terhadap dirinya.

Aku mencoba mendorong tubuh tante Perlahan-lahan agar dia terbaring di atas karpet. Ternyata tante Ina tidak menahan / menolak, bahkan tante Ina hanya pasrah saja. Setelah tubuhnya terbaring di atas karpet, serangan gerilyaku terhadap payudara tante Ina.

Aku perlahan-lahan menciumi leher Tante Ina, dan oh my, wangi betul leher tante Ina. Tante Ina memejamkan kedua matanya, dan tidak berhenti-hentinya mendesah. Aku jilat lembut kedua telinganya, memberikan sensasi dan getaran yang berbeda terhadap tubuhnya. Aku tidak mengerti mengapa malam itu aku seakan-akan tau apa yang harus aku lakukan, padahal ini baru kali pertama kali hidupku menghadapi suasana seperti ini.

Kemudian aku melandaskan kembali bibirku di atas bibir tante Ina, dan kami kembali berciuman mesra sambil berperang lidah di dalam mulutku dan kadang-kadang di dalam mulut tante Ina. Tanganku tidak tinggal diam. Telapak tangan kiriku menjadi bantal untuk kepala belakang tante Ina, sedangkan tangan kananku meremas-remas payudara kiri tante Ina.

Tubuh tante Ina seperti cacing kepanasan. Nafasnya terengah-engah, dan dia tidak berkonsentrasi lagi berciuman denganku. Tanpa diberi komando, tante Ina tiba-tiba melepas celana dalamnya sendiri. Mungkin saking ‘horny’-nya, otak tante Ina memberikan naluri bawah sadar dia untuk segera melepas celana dalamnya.

Aku ingin sekali melihat kemaluannya saat itu, namun tante tiba-tiba tiba-tiba menarik tangan kananku untuk mendarat di kemaluannya.

“Alamak…”, pikirku kaget. Ternyata kemaluan / memek tante mulus sekali. Ternyata semua bulu jembut tante Ina dicukur abis olehnya. Dia menuntun jari tengahku untuk memainkan daging mungil yang menonjol di memeknya. Para pembaca pasti tau nama daging mungil ini yang aku maksudkan itu. Secara umum daging mungil itu dinamakan biji etil atau biji etel atau itil saja. Aku putar-putar itil tante Ina berotasi searah jarum jam atau berlawanan arah jarum jam. Kini memek tante Ina mulai basah dan licin.

“Bernasss… kamu yah… aaahhhh… kok berIna ama tante?” tanya tante Ina terengah-engah.

“Kan tante yang suruh tangan Bernas ke sini?” jawabku.

“Masa sihhh… tante lupa… aahhh Bernasss… Bernasss… kamu kok nakal?” tanya tante Ina lagi.

“Nakal tapi tante bakal suka kan?” candaku gemas dengan tingkah tante Ina.

“Iyaaa… nakalin tante pleasee…” suara tante Ina mulai serak-serak basah.

Aku tetap memainkan itil tante Ina, dan ini semakin menggeliat hebat. Tak lama kemudian tante Ina menjerit kencang seakaan-akan terjadi gempa bumi saja. Tubuhnya mengejang dan kuku-kuku jarinya sempat mencakar bahuku. Untung saja tante Ina not type wInata yang suka merawat kuku panjang, jadi cakaran tante Ina tidak sakit buatku.

Bernasss… tante datangggg uhhh oohhh… ”erang tante Ina. Aku yang masih hijau waktu itu kurang mengerti apa arti kata ‘datang’ waktu itu. Yang pasti setelah kalimat kalimat itu, tubuh tante Ina lemas dan nafasnya terengah-engah.

Dengan tanpa di beri aba-aba, aku lepas celana dalamku yang masih saja menempel. Aku sudah lupa sejak kapan batang penisku tegak. Aku siap menikmati tubuh tante Ina, tapi sedikit ragu, karena takut akan ditolak oleh tante Ina. Keragu-raguanku ini terbaca oleh tante Ina. Dengan lembutnya tante Ina berkata, “Bernas, kalo pengen tidurin tante, mendingan cepetan deh, sebelon gairah tante habis. Tuh liat kontol bernas dah tegak kayak besi. Sini tante pegang apa dah panas. ”.

Aku berusaha mengambil posisi diatas tubuh tante. Gaya bercinta tradisional. Perlahan-lahan kuarahkan batang penisku ke mulut vagina tante Ina, dan kucoba dorong penisku slow-lahan. Ternyata tidak sulit mencapai pintu kenikmatan tante Ina. Selain mungkin karena basahnya dinding-dinding memek tante Ina yang memuluskan jalan masuk penisku, juga karena mungkin sudah beberapa batang penis yang telah masuk di dalam sana.

“Uhhh… ohhh… Bernasss… ahhh…” desah tante Ina.

Aku coba mengocok-kocok memek tante Ina dengan penisku dengan memaju-mundurkan pinggulku. Tante Ina terlihat lebih ‘horny’, dan mendesah tak karuan.

“Bernasss… Bernasss… aduhhh Bernasss… geliiii tante… uhhh… ohhhh…” desah tante Ina.

Di saat aku sedang asyik memacu tubuh tante Ina, tiba-tiba aku disadarkan oleh permintaan tante Ina, sehingga aku berhenti diatur.

“Bernasss… kamu dah mau keluar belum…” tanya tante Ina.

“Belon sih tante… mungkin beberapa saat lagi…” jawabku serius.

“Nanti dikeluarin di luar yah, jangan di dalam. Tante mungkin lagi subur sekarang, dan tante lupa suruh kamu pake pengaman. Lagian tante ngga punya stok pengaman sekarang. Jadi jangan dikeluarin di dalam yah. ” pinta tante Ina.

“Beres tante.” jawabku.

“Ok deh… sekarang jangan diam… goyangin lagi dong…” canda tante Ina genit.

Tanpa banyak waktu lagi, aku kembali permainan kami. Aku bisa merasakan memek tante Ina more wet saja, dan aku pun bisa melihat bercak-bercak lendir putih di sekitar bulu jembutku.

Aku mulai berkeringat di punggung belakangku. Muka dan telingaku panas. Tante Ina pun juga sama. Suara erangan dan desahan-nya semakin terdengar panas saja di telingaku. Aku tidak menyadari bahwa aku sudah berpacu dengan tante Ina 20 menit lama-nya. Tanda-tanda akan adanya sesuatu yang bakalan keluar dari penisku semakin mendekat saja.

“Bernasss… ampunnn Bernasss… kontolnya kok kayak besi aja… ngga ada lemasnya dari tadi… tante geliii banget nihhh…” kata tante Ina.

“Tante… Bernasss dah sampai ujung nih…” kataku sambil mempercepat goyangan pinggulku.

Menempatkan tante Ina yang terlihat mencuat menantang, dan kedua payudara pun terlihat mengeras. Aku mendekatkan wajahku ke wajah tante Ina, dan bibir kami saling berciuman. Aku julur-julurkan lidahku ke dalam mulutnya, dan lidah kami saling berperang di dalam. Posisi bercinta kami tidak berubah sejak tadi. Posisiku tetap di atas tubuh tante Ina.

Aku percepat kocokan penisku di dalam memek tante Ina. Tante Ina sudah menjerit-jerit dan meracau tak karuan saja.

“Bernasss… tante datangggg… uhhh… ahhhhhh…” jerit tante Ina sambil memegang erat tubuhku. Ini pertanda tante Ina telah ‘orgasme’.

Aku pun juga sama, lahar panas dari dalam penisku sudah siap menyembur keluar. Aku masih ingat pesan tante Ina agar spermaku lepas keluar dari memek tante Ina.

“Tante… Bernassss datangggg…” jeritku pInak. Kutarik penisku dari dalam memek tante Ina, dan penisku memuncratkan spermanya di perut tante Ina. Saking kencangnya, semburan spermaku sampai di dada dan leher tante Ina.

“Ahhh… ahhhh… ahhhh…” suara jeritan kepuasanku.

“Idihhh… kamu kecil-kecil tapi spermanya banyak bangettt sih…” canda tante Ina. Aku hanya tersenyum saja. Aku tidak sempat mengomentari candaan tante Ina.

Setelah semua sperma telah tumpah keluar, aku merebahkan tubuhku di samping tubuh tante Ina. Kepalaku masih teriang-iang dan nafasku masih belum stabil. Mataku melihat ke langit-langit apartemen tante Ina. Aku baru saja menikmati yang namanya surga dunia.

Tante Ina kemudian menerapkanku manja dengan menempatkan di atas dadaku. Bau harum rambutku tercium oleh hidungku.

Bernas puas ngga? tanya tante Ina.

“Bukan puas lagi tante… tapi Bernas like baru masuk ke surga” jawabku.

“Emang memek tante surga yah?” canda tante Ina.

Boleh dikata demikian. jawabku percaya diri.

Kalo tante puas ngga? penasaran.

“Hmmm… coba kamu pikir sendiri aja… yang pasti memek tante sekarang ini masih berdenyut-denyut rasanya. Diapain emang ama Bernas? ” tanya tante Ina manja.

“Anuu… Bernas kasih si Bernas Junior… tuh tante liat jembut Bernas banyak bercak-bercak lendir. Itu punya dari memek tante tuh. Banjir keluar tadi. ” kataku.

“Idihhh… mana mungkin…” bela tante Ina sambil mencubit penisku yang sudah mulai loyo.

Bernas sering-sering datang ke rumah tante aja. Nanti kita main poker lagi. Mau kan? ” pinta tante Ina.

“Sippp tante.” jawabku serentak girang.

Malam itu aku nginap di rumah tante Ina. Keesokan harinya aku langsung pulang ke rumah. Aku sempat minta jatah 1 kali lagi dengan tante Ina, namum ajakanku ditolak halus olehnya karena alasan dia ada janji dengan teman-teman.

Sejak saat itu aku menjadi teman seks gelap tante Ina tanpa sepengetahuan orang lain terutama ayah dan ibu. Tante Ina senang bercinta yang bervariasi dan dengan lokasi yang bervariasi pula di samping apartementnya itu sendiri. Kadang-kadang bermain di mobilnya, di motel kilat yang hitungan charge-nya per jam, di ruang VIP spa kecantikan ibuku (ini aku berusaha keras untuk menyelinap agar tidak diketahui oleh pegawai di sana).

Tante Ina sangat menyukai dan menikmati seks. Menurut tante Ina seks dapat membuat merasa enak secara jasmIna dan rohIna, belum lagi seks yang teratur sangatlah baik untuk kesehatan. Dia pernah menceritakan kepadaku tentang rahasia awet muda bintang film Hollywood tersohor bernama Elizabeth Taylor, jawabannya hanya singkat saja yaitu seks dan diet yang teratur.

Tante Ina paling suka ‘bermain’ tanpa kondom. Tapi dia juga tidak ingin memakai sistem pil sebagai alat kontrasepsi karena dia sempat alergi saat pertama kali mencoba minum pil kontrasepsi. Jadi saat ini, aku diharuskan memakai kondom.

Di saat setelah selesai masa menstruasinya, ini adalah saat di mana kondom boleh dilupakan untuk sementara dulu dan aku bisa sepuasnya berejakulasi di dalam memeknya. Jika di saat subur dan aku / tante Ina lupa menyetok kondom, kita masih saja nekat bermain tanpa kondom dengan berejakulasi di luar (meskipun ini rawan kehamilannya tinggi juga).

Hubungan gelap ini sempat hampir berjalan 4 tahun berdiri. Aku sempat memiliki perasaan cinta terhadap tante Ina. Maklum aku masih tergolong remaja / pemuda yang gampang terbawa emosi. Namun tante menolaknya dengan halus karena kerena hubunganku dan tante bertambah serius, banyak pihak luar yang akan mencaci-maki atau mengutuk kami.

Tante Ina sempat menjauhkan diri setelah aku mengatakan cinta padanya sampai aku benar-benar ‘move on’ dari-nya. Aku lumayan patah hati waktu itu (hampir 1,5 tahun), tapi aku masih memiliki akal sehat yang perasaan mengontrol sakit hatiku. Saat itu pula aku cuti ‘bermain’ dengan tante Ina.

Saat ini aku masih berhubungan baik dengan tante Ina. Kami kadang-kadang menyempatkan diri untuk ‘bermain’ 2 minggu atau kadang-kadang 1 bulan sekali. Tergantung dari mood kami masing-masing. Tante Ina sampai sekarang masih single. Aku untuk sementara ini juga masih single. Aku putus dengan pacarku sekitar 6 bulan yang lalu.Agen Domino99

Sejak putus dengan pacarku, tante Ina sempat menjadi pelarianku, terutama pelarian seks. Ina sebenarnya tidak benar dan kasihan tante, namun tante Ina seperti mengerti tingkah laku lelaki yang sedang patah hati pasti akan mencari seorang pelarian. Jadi tante Ina tidak pernah merasa bahwa dia adalah pelarianku, tapi sebagai seorang teman yang ingin membantu meringkankan beban perasaan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar